|
Fan fic yama-umi
The Dream Lovers 2 -second chance- chapter 1
location: Yamada Ryosuke's room >,<
mood: angry angry
music: super delicate -= HSJ
Title: The Dream Lovers 2 – second chance –
Author: Yamada Dhy a.k.a Dhyamajima a.ka Me 8)
Genre: Romance, Angst, Drama
Cast : Ryosuke Yamada-Umika Kawashima(Umi-Yama), Yuto Nakajima-Shida
Mirai(NakaShi), Chinen Yuri-Ohgo Suzuka(Chizuka), Daiki Arioka-Tsugunga Momoko(Momo-Dai), Kamiki Ryunosuke, Irie Jingi, dll~
Discl : I just own the plot
Sekuel The Dream Lovers. Bagaimana lanjutan kisah Umi-Yama, NakaShi, Chizuka, dan Momo-Dai??
No more talk, ~Dozou……..
CHAPTER 1
-The canceled plan-
January 27th 2012
Umika Kawashima duduk diam di tempat tidur Ryosuke Yamada, memperhatikan kekasihnya yang nampak sibuk sekali menghitung hari di kalender. Sesekali gadis itu berbaring, lalu bangun lagi. Tapi tetap saja, pemuda di depan meja itu belum mau berpisah dengan lembaran kertas dan kalender di tangannya.
“Ryosuke, ngapain sih?!” jengah memperhatikan, gadis itu lalu berseru kesal. Ryosuke menghentikan aktivitasnya sejenak, memandang Umika. Wajahnya serius. Melihatnya, Umika agak takut.
“a-apa?”tanya gadis terbata-bata. Ryosuke tidak merespon, malah kembali menekuni pekerjaan hitung-hitungannya. Umika mendengus, namun memaklumi. Memang sudah kebiasaan, pacarnya itu kalau sedang serius sangat sulit diganggu.
Bosan memperhatikan Ryosuke, Umika lalu bangkit dari posisinya dan berjalan ke samping Ryosuke, mengambil sebuah album foto merah berukuran sedang yang modelnya sama persis dengan miliknya di rumah. Ya, album foto itu dibeli bersama Ryosuke sebagai hadiah jadian di bulan pertama. Lucu memang, Ryosuke mewajibkan keduanya merayakan hari jadi mereka setiap bulan.
Gadis itu menggerakan tangannya, membuka lembar demi lembar foto yang tertata rapi dalam album. Sesekali ia tertawa melihat ekspresi wajah keduanya yang aneh dan lucu dalam beberapa foto. Kadang gadis itu juga bersemu merah melihat foto mereka yang nampak mesra.
Gerakan tangan Umika berhenti di satu foto. Fotonya bersama Ryosuke dengan posisi pemuda itu memeluknya dari belakang sambil menopangkan dagunya di bahu Umika. Di belakang mereka, latar suasana pantai berpasir putih dengan bentangan luas laut biru jenih Okinawa terlihat memukau. Mengingat bagamana foto itu diambil membuat Umika tersenyum geli. Sudah sebulan lalu sejak mereka ke Okinawa, merayakan hari jadi mereka yang ke-2 bulan. Ryosuke tiba-tiba saja muncul di rumahnya tanggal 4 Januari, lalu menghadangnya agar tidak ke sekolah dan membawanya begitu saja ke Okinawa. Umika juga masih ingat bagaimana Ryosuke dengan sekali bicara langsung bisa mnghipnotis kedua orang tuanya untuk memberi mereka ijin, lalu bagaimana perasaanya bisa naik pesawat pribadi Ryosuke dengan hanya berisi 8 manusia –TDL dan kekasih masing-masing tentu saja—serta 2 pilot dan 2 pramugari. Semua itu terlalu WOW untuk bisa dialaminya secara realita. Namun ternyata, Ryosuke berhasil mewujudkannya.
Umika baru sadar foto yang dilihatnya itu adalah foto terakhir dalam album ketika tidak lagi menemukan lembaran foto di halaman berikutnya. Gadis itu cemberut. Sudah nyaris sebulan mereka tidak mengambil foto bersama, dan nampaknya keduanya butuh foto baru untuk ditambahkan ke album masing-masing.
Umika melirik sekeliling kamar Ryosuke sampai ketika matanya menangkap satu kamera digital perak di rak buku disamping Ryosuke. Tersenyum singkat, gadis itu kemudian bangun lalu mendekati kamera tersebut. Beberapa detik kemudian, benda elektronik itu sudah diaktifkannya.
“Hai! senyum!!” secara tiba-tiba, Umika mengarahkan kamera digital itu kearahnya dan Ryosuke. Ryosuke yang tidak sama sekali siap difoto langsung melongo kebingungan sambil menatap lensa kamera.
CKLIK!
“HAHAHAH!! Wajahmu lucu sekali Ryosuke! Hontou ni!” tawa Umika nyaris memekikan telinga Ryosuke ketika melihat wajah polos pemuda itu di layar kamera. Ryosuke menarik tangan Umika turun agar bisa melihat fotonya yang unexpectedly taken tadi. Pemuda itu hanya bisa mendengus menyaksikan ekspresi wajahnya yang benar-benar polos.
Umika masih sempat tertawa kencang melirik pacarnya sebelum bergerak menuju laptop putih Ryosuke di tempat tidur dan membawanya ke meja. Gadis itu duduk di sebelah Ryosuke sambil mengutak-atik laptop dan seperangkat printer disamping mejanya. Beberapa menit kemudian, Umika berhasil mencetak keluar 2 foto yang diambilnya tadi.
“Bagus!” gumamnya sambil tersenyum manis. Segera, di rapikannya 2 foto itu lalu memasukan salah satu foto kedalam album milik Ryosuke, sementara yang satunya berniat disimpannya dalam tas.
Ketika nyaris menjangkau tasnya yang tergeletak sembarang di tempat tidur Ryosuke, keitai gadis itu tiba-tiba memekik nyaring minta diangkat. Umika segera mengeluarkan benda itu dari sakunya sambil terus berjalan mendekati tasnya.
“Hai, Tou-chan…moshi-moshi?” jawab gadis itu setelah membaca nama penelpon dari layar keitainya. Dari seberang sang ayah mulai menjelaskan maksudnya menelpon. Umika mendengarkan dengan seksama sembari memasukan foto tadi kedalam tas.
“Hai..Hai..Aree? Miyu ba-chan?” Umika berseru kaget. Ryosuke langsung menoleh ke arahnya. “hai..Hai..wakarimashita. Hai, Tou-chan. Jaa ne..!” gadis itu menutup flip keitainya dangan wajah berbinar-binar.
“ada apa?” Ryosuke bertanya, penasaran. Umika tersenyum senang.
“Oba-chan ku mau nikah…hehe. Dan acaranya akan diadakan di Kyushuu.”
Ryosuke mengangguk sembari kembali ke aktivitas semula. “kapan?” lanjutnya tanpa menoleh lagi.
“4 Februari..”
Kesibukan Ryosuke seketika terhenti, diganti dengan gerakan tiba-tibanya menoleh ke Umika dengan ekspresi kaget luar biasa.
“HAH?!”
Umika mendecak, heran dengan kelemahan Ryosuke menangkap informasi kali ini.
“Kubilang tanggal 4 Februari..”
“Di kyushuu?” tanya Ryosuke lagi. Gadis itu mengangguk pelan.
“Tidak bisa!” protesnya tiba-tiba. Umika mengangkat sebelah alisnya.
“Apanya yang tidak bisa?” tanyanya heran melihat reaksi Ryosuke yang aneh kali ini. Sementara Ryosuke sendiri dari wajahnya saja nampak menolak mati-matian rencana pernikahan bibi Umika barusan. Pemuda itu mengerutkan kening sambil menatap Umika cemberut.
“kau lupa?”
“lupa apa?” Umika ganti memiringkan kepalanya beberapa derajat.
Ryosuke menghela nafas gusar. “Umi-baka! 4 Februari kan hari jadi kita yang ke 3 bulan!!”
“heh?!”
“aku sudah mengatur rencana dan waktunya. Seharusnya hari itu kita ke Paris bareng!”
Umika melongo. “hah?!”
“heh hah heh hah! Aku serius Umichan…ini tinggal semingguan lagi loh. Aku sudah mau pesan tiket..”nada suara Ryosuke sedikit menurun. Umika menatapnya ragu. Hari itu memang hari jadian mereka, tapi gadis itu sudah setuju untuk ikut keluarganya ke Kyuushu. Apalagi ini demi pernikahan adik kandung ayahnya.
“ne, Ryosuke…” Umika mengatur kata-katanya sepelan dan sehati-hati mungkin. Takut Ryosuke akan kecewa dengan jawabannya. “itu…gomen ne..aku tidak bisa.”
“EEH?!” ternyata benar. Bukan hanya berwajah kecewa, Ryosuke malah kelihatan ingin protes keras.
“TA—“sebelum Ryosuke mengeluarkan kalimat-kalimat protesnya, Umika sudah keburu membekap mulut pemuda itu dengan kedua tangannya. Antisipasi. Dari raut wajahnya saja sudah dipastikan pemuda itu akan ngamuk besar.
“Gomen ne? aku cuma pergi seminggu kok…”
Mata Ryosuke melebar mendengar kata-kata Umika berusan.
“A-FHA? SEMPFHINGU?” Ryosuke masih saja bisa berteriak meskipun mulutnya sedang susah payah dibekap Umika. Sudah begitu, kata-kata yang keluar dari mulut pemuda itu sama sekali tidak jelas. Tapi kata A-FHA? SEMPFHINGU? itu bisa dimengerti Umika dan ditransformasikan otaknya sebagai 2 kata bernada tanya, apa? dan seminggu?
Umika mengangguk perlahan sambil tak juga melepaskan tangannya dari mulut Ryosuke. Sulit juga menahan posisi seperti itu mengingat tinggi Ryosuke belasan senti diatasnya. Ryosuke sendiri masih belum menunjukan tanda-tanda setuju.
“Ayolah Ryosuke..seminggu saja! Ini kan pernikahan bibiku. Adik ayahku sendiri…”
“TFIDAKH BFISHA” Ryosuke masih menolak. Umika mulai kehabisan akal.
“Ne, Ryosuke…”
“TFIDAKH”
Umika meringis. Sulit sekali mengurus manusia setan di depannya itu. Ia baru saja mau menyerah dan menelpon sang ayah untuk membatalkan keikutsertaannya ke Kyuushu ketika sebuah ide menghinggapi otak jeniusnya.
“Begini saja! Kalau kau ijinkan aku pergi, sepulang nanti aku akan memberimu hadiah! Iya! Apa saja yang kau minta! Ne? aah! Dan aku akan buatkan strawberry cake special untukmu, ya? bagaimana??” Umika sudah membebaskan bekapan tangannya dari mulut Ryosuke. Pemuda itu hampir menggeleng, tapi karena tersentuh dengan wajah memohon Umika yang teramat sangat penuh permohonan, pemuda itu dengan sangat terpaksa—catat! Dengan sangat terpaksa!—mengangguk. Senyum merekah Umika langsung tercetak dalam sekejap.
“Arigatou!” serunya girang luar biasa sambil memeluk Ryosuke. Ryosuke tersenyum tipis lalu balas memeluk Umika. Setelah pelukannya terlepas pun, Umika masih menunjukan kegirangan dan ucapan terima kasihnya lewat ekspresi wajahnya yang cerah. Melihat Umika begitu kesenangan akut, Ryosuke diam-diam berniat mengerjainya.
“Sebagai hadiahnya, aku bisa meminta apa saja kan?” tanya pemuda itu mengulangi tawaran Umika sebelumnya. Gadis yang ditanyai itu mengangguk semangat. Ryosuke menyeringai. “Kalau begitu hadiahnya boleh kuminta sekarang?”
“Eeh?”
Sambil bergerak maju, Ryosuke mencondongkan tubuhnya ke arah Umika membuat gadis itu refleks mundur. Dengan beberapa kali hentakan, langkah kedua manusia itu terhenti di tepi tempat tidur. Namun, karena tak tahu ada apa di belakangnya, Umika langsung terjatuh ke kasur. Dan parahnya lagi, gadis itu tak sengaja menarik kaos Ryosuke sehingga keduanya jatuh bersama dengan posisi yang..uhm…cukup tidak terduga. Ryosuke diatas dengan tangan menahan beban tubuhnya di kasur agar tidak menindih Umika yang berada dibawahnya. Persis sama dengan posisi mereka waktu tidak sengaja jatuh di pantai dulu * A/N: baca TDL 1 chp 9*
“sepertinya kau sudah tahu maksudku..”Ryosuke kembali menyeringai sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Umika. Gadis itu kehilangan akal sehatnya dan hanya bisa menutup matanya takut. Lambat laun, dirasakannya nafas Ryosuke menggelitik telinganya.
“ayo kita makan es krim..” ujar pemuda itu dengan nada sesexymungkin sebelum kemudian tertawa dan mengambil tas Umika lalu membawanya keluar. Umika cepat-cepat membuka mata sambil menatap punggung kekasihnya tersebut tidak percaya. Ternyata kejadian tadi tidak seperti yang dibayangkannya. Dalam hati Umika sedikit kecewa. Namun, buru-buru ditampiknya rasa kecewa berkadar 10 % itu.
“Dasar bodoh! Bukannya untung Ryosuke tidak melakukan yang aneh-aneh!” pikirnya sambil berusaha bangun. Ryosuke yang sudah sampai pintu kamar berhenti berjalan karena tidak dirasakannya Umika mengikutinya dari belakang.
“Oi, Umichan… mau ikut tidak?” serunya. Dan seruan itulah yang akhirnya membuat Umika tersadar.
“Ah, Hai! Matte..”jawabnya sambil berlari menghampiri Ryosuke.
* * * * * * * *
“HOAH! Sialan!” Ryosuke meletakan gelas kosongnya ke meja dengan sekali hentakan keras. Mukanya manyun, masih terbawa frustasi yang dialaminya siang tadi. Di sampingnya, ada Chinen yang meliriknya sejenak kemudian tertawa kecil.
“Jangan sok dewasa, oi! Cuma minum cola doang lagaknya kayak minum bir!” Ejek pemuda itu sambil memperhatikan sebotol minuman bertitle ‘Coca Cola’ yang isinya tinggal dua per tiga botol disamping gelas Ryosuke. Daiki dan Yuto yang juga ada bersama keduanya langsung ngakak. Ryosuke makin manyun, tidak bisa mengungkiri kenyataan bahwa masih butuh setahun lagi bagi mereka berempat untuk bisa menikmati bir atau apapun minuman keras level elite lainnya.
“Jadi, apa ini? Pesta melepas Umika? kok Umikanya malah nggak ada?”Yuto memulai topik baru dengan mengajukan pertanyaan sehubungan dengan cerita Ryosuke puluhan menit yang lalu.
“Mungkin ini pesta lajang! Lihat, gadis-gadis tidak ada yang diundang kan?” Daiki ikut bicara sambil meneguk colanya. Melihat hal itu, Ryosuke kembali menuangkan cola lagi ke gelasnya dan ikut meneguknya.
“Aku tidak mengerti Umika. Padahal tanggal 4 nanti hari jadi kami yang ketiga bulan..”
“Tapi kau juga tidak bisa memaksanya melewatkan pernikahan bibinya kan? Jangan egois Ryosuke..” Yuto menasehati. Pemuda yang jadi obyek nasihatnya itu hanya diam. Sejujurnya dia juga merasa tidak tega kalau harus melarang gadisnya pergi seperti itu. apalagi ini acara keluarga. Tapi kenapa kok harus dihari itu? dihari jadi mereka yang ketiga bulan?
“Kenapa harus di hari jadi kami yang ketiga bulan sih? Kenapa harus tanggal 4?”Ryosuke mengeluarkan unek-uneknya. Chinen memoncongkan bibirnya beberapa senti.
“Mana kutahu? Hari sial kalian mungkin. Tanggal 4, angka 4, kanji shi. Sial kan? Makanya kalau mau nembak itu lihat tanggalnya dul—” protes Chinen terhenti ketika dirasakannya satu tatapan maut sudah telak menusuk pipi kirinya. Pemuda itu tersenyum garing. “Gomen. Soalnya aku bosan lah Ryochan. Ini sudah nyaris yang kesepuluh kalinya kau mengumumkan hari jadi kalian itu.” Jawabnya jujur. Ryosuke langsung cemberut.
“Hhhm..padahal aku sudah merencanakan perjalanan ke Paris. Si bodoh itu, kalau saja dia menolak pergi...!”
“Ne, Ryochan..”Yuto menepuk bahu Ryosuke. “ini bukan salah Umika…”
“Yang salah bibinya..” sambung Daiki. Yuto mengangguk setuju.
“Iya! Yang salah bibinya…”
“Kalau begitu kita batalkan saja pernikahan bibinya…” Usul Chinen refleks. Yuto kembali mengangguk, namun sepersekian detik kemudian, baru ia sadar dengan usul apa yang baru saja disetujuinya.
“Eh, jangan!” bantahnya. “Ryosuke bisa dibenci Umichan seumur hidup..”
Chinen dan daiki mengangguk, sementara Ryosuke sudah menenggelamkan kepalanya di kedua tangannya yang terlipat di meja. Sempat dipikirkannya untuk menjalankan rencana konyol Chinen tadi, namun setelah mengetahui kemungkinan dampak yang bisa ditimbulkannya sangat-sangat fatal—Umika jadi membencinya, adakah yang lebih buruk dari itu?—Ryosuke akhirnya mengurungkan niat tersebut.
Sekarang apa yang harus dilakukannya? Melepaskan Umika dan menunggunya selama seminggu sambil melewatkan hari jadi mereka sendirian?
Pemuda itu menghela nafas panjang dan lama.
To Be Continued |
|